Banyak korban dari luar negeri yang tertipu dengan pedagang palsu dari Indonesia saat transaksi melalui internet dengan tren cyber crime.
Sekretaris National Central Bureau (NCB)-Interpol Indonesia Brigadir Jenderal Halba Rubis Nugroho, Kamis, mengatakan, pihaknya telah banyak menerima laporan mengenai pembeli dari luar negeri karena telah tertipu oleh orang yang mengaku pedagang di Indonesia. Jadi, lanjutnya, modus pedagang itu menawarkan barang kepada buyer di luar Indonesia.
"Setelah buyer membayar DP sekian persen, pembeli itu menghilang dan tidak bisa dikontak," ujarnya di Bandung.
Menurutnya, tren cyber crime di Indonesia kini mulai berubah. Dahulu, pelaku cyber crime modusnya memakai kartu kredit orang lain untuk membeli barang dari luar negeri.
"Nah kini sebaliknya. Banyak korban dari luar negeri justru yang tertipu dengan pedagang palsu dari Indonesia saat transaksi via internet," ujarnya di Bandung.
Dia menghimbau agar semua pihak berhati-hati sebelum transaksi via dunia maya. Selain itu, sebelum melakukan transaksi, baiknya melaporan dahulu kepada NCB melalui www.interpol.go.id.
"Dengan laporan itu, nanti kami akan mengecek si pedagang itu apa benar atau fiktif. Dan begitu juga sebaliknya," ucapnya.
Ditempat yang sama, Kanit V/Cyber Direktorat II Bareskrim Mabes Polri Komisaris Beras Petrus Golose menuturkan, Indonesia pernah tercatat sebagai negara yang paling banyak tindak cyber crimenya.
"Itu secara kuantitas. Namun secara kualitas, Amerika nomor satu karena dari aksi cyber crime itu, 85 persen IP Protokolnya dari Amerika. Yang 15% tersebar di seluruh dunia," katanya.
Menurutnya, sejak 2006 hingga 2009, telah ada banyak korban dari 49 negara di dunia yang mengaku menjadi korban cyber crime oleh orang Indonesia.
Selain itu, dia menambahkan, pekerjaan menyidik cyber crime tergolong unik. Pasalnya, tidak diketahui pelakunya.
"Paling yang ketemu komputernya. Dan untuk menangani kasus cyber crime di Indonesia itu, kami baru punya 20 orang," tandasnya. (ant/bar)
Sekretaris National Central Bureau (NCB)-Interpol Indonesia Brigadir Jenderal Halba Rubis Nugroho, Kamis, mengatakan, pihaknya telah banyak menerima laporan mengenai pembeli dari luar negeri karena telah tertipu oleh orang yang mengaku pedagang di Indonesia. Jadi, lanjutnya, modus pedagang itu menawarkan barang kepada buyer di luar Indonesia.
"Setelah buyer membayar DP sekian persen, pembeli itu menghilang dan tidak bisa dikontak," ujarnya di Bandung.
Menurutnya, tren cyber crime di Indonesia kini mulai berubah. Dahulu, pelaku cyber crime modusnya memakai kartu kredit orang lain untuk membeli barang dari luar negeri.
"Nah kini sebaliknya. Banyak korban dari luar negeri justru yang tertipu dengan pedagang palsu dari Indonesia saat transaksi via internet," ujarnya di Bandung.
Dia menghimbau agar semua pihak berhati-hati sebelum transaksi via dunia maya. Selain itu, sebelum melakukan transaksi, baiknya melaporan dahulu kepada NCB melalui www.interpol.go.id.
"Dengan laporan itu, nanti kami akan mengecek si pedagang itu apa benar atau fiktif. Dan begitu juga sebaliknya," ucapnya.
Ditempat yang sama, Kanit V/Cyber Direktorat II Bareskrim Mabes Polri Komisaris Beras Petrus Golose menuturkan, Indonesia pernah tercatat sebagai negara yang paling banyak tindak cyber crimenya.
"Itu secara kuantitas. Namun secara kualitas, Amerika nomor satu karena dari aksi cyber crime itu, 85 persen IP Protokolnya dari Amerika. Yang 15% tersebar di seluruh dunia," katanya.
Menurutnya, sejak 2006 hingga 2009, telah ada banyak korban dari 49 negara di dunia yang mengaku menjadi korban cyber crime oleh orang Indonesia.
Selain itu, dia menambahkan, pekerjaan menyidik cyber crime tergolong unik. Pasalnya, tidak diketahui pelakunya.
"Paling yang ketemu komputernya. Dan untuk menangani kasus cyber crime di Indonesia itu, kami baru punya 20 orang," tandasnya. (ant/bar)
No comments:
Post a Comment